Haji Abd Halim Pardede
Innalillahi wa Innalillahi Rojiiun
0 komentarSemua Keluarga Lobe Tinggi Pardede sangat berduka cita atas berpulangnya salah satu keturunan Lobe Tinggi Pardede & Siti Aminah br Hutagaol bernama "Maratua Doren Situmorang"
terima kasih kataku ; Apa masih sering kumat jantungmu tanyaku serius.
Rokoknya masih terus ito kata Oki isterinya mengadu, dan tanganku yang akan menjemput martabak kutarik kembali sambil berkata :"Lae tolong sayangi nyawamu penyakitmu kawan nya rokok untuk memepercepat kematianmu , Mendiang ketawa sambil membela diri, sebenarnya sudah cukup banyak kukurangi mengisapnya, kemudian mendiang berusaha mengalihkan pembicaraan kemasalah keluarga;
Beliau mengharap kerukunan keluarga besar Lobe tinggi kembali utuh, dan mengusulkan agar diadakan pertemuan keluarga dengan catatan masa lalu biarkan berlalu mari kita menggapai masa akan datang yang penuh kebahagiaan dan kesuksesan katanya.
Kemudian dia mengenang masa jayanya dengan Trio Amsisinya, dia menceritakan dengan penuh keindahan dan kebanggaan, dan semuanya saya tanggapi dengan "Laelah pertama kali menjadi artis benaran dari keturunan Lobe Tinggi Pardede"
by LOBE TINGGI PARDEDE
Umpasa dalam Sastra Budaya Batak Toba (1)
0 komentarMasyarakat Batak Toba memiliki salah satu tradisi lisan yang dapat dikelompokkan ke dalam bentuk puisi lama, bernama umpasa.
Umpasa digubah dengan syarat-syarat berbait, bersajak, dan berirama, serta diperkeras lagi dengan jumlah baris dan suku kata tertentu. Katakata yang tersusun dalam bentuk kalimat pada umpasa mengandung nilai kepuitisan, berisi falsafah hidup, etika kesopanan, undang-undang,dan kemasyarakatan. Umpasa lebih cenderung berisi permohonan yang menjadi cita-cita hidup setiap masyarakat Batak Toba, berupa hagabeon (kebahagiaan), hamoraon (kekayaan), hasangapon(dihormati), dan saur matua (panjang umur dan sejahtera).
Penggunaan umpasa dilakukan ketika upacara adat perkawinan berlangsung sebagai media komunikasi dan permohonan kepada Tuhan Yang Mahaesa bagi kelompok-kelompok yang mempunyai andil pada upacara adat tersebut.
Suasana akan menjadi hidup apabila pembicara dari kelompok-kelompok yang terkait menggunakan umpasa dengan fasih dan berirama sambil menunjukkan kebolehannya sebagai symbol bahwa kelompok tersebut mengerti dan memahami upacara adat dengan baik.
Ulos adalah selembar kain yang ditenun sebagai kerajinan oleh wanita dengan berbagai pola dan aturan-aturan. Ulos merupakan ciri khas kebudayaan Batak Toba tradisional berwujud kebudayaan artefaks (konkrit). Sebelum masuknya agama Kristen pada masyarakat Batak Toba, ulos adalah benda yang diresapi oleh suatu kualitas/kekuatan “magis religius”. Oleh karena itu, banyak larangan dan pantangan yang tidak boleh diabaikan ketika proses penenunan karena diberkati dengan kekuatan keramat. Panjangnya harus tertentu, jika tidak, dapat mambawa maut dan kehancuran pada “tondi” atau roh sipenerima ulos. Akan tetapi, jika ulos dibuat sesuai dengan aturan berupa ukuran dan pola tertentu maka ulos akan dapat dijadikan sebagai pembimbing dalam kehidupan.
Secara umum pembuatan ulos adalah sama, yang membedakannya adalah nama, corak atau motif, dan sifat kedudukan pemakaiannya yang harus sesuai dengan jenis upacara adat ketika memberikannya. Walaupun mempunyai perbedaan, akan tetapi pemberian ulos selalu diartikan dan dihubungkan dengan makna simbolsimbol.
Ulos dianggap sebagai medium konkrit sebagai “materai” agar permohonan direstui oleh Tuhan Yang Mahaesa, bersamaan dengan penggunaan umpasa yang berisi permohonan sehingga permohonan tersebut dapat diterima oleh tondi (roh) dan daging (tubuh).
Sistem kemasyarakatan Batak Toba tertuang dalam kerangka konsep Dalihan na Tolu, artinya tungku nan bertiga. Ketiga kaki tungku masing-masing mempunyai fungsi dan kedudukan yang tidak boleh dipisahkan dan dipertukarkan untuk menjaga keseimbangan. Ketiga unsur Dalihan na Tolu terdiri dari;
Pertama, Dongan Sabutuha artinya pihak terdiri dari turunanan laki-laki satu leluhur.
Kedua, Boru artinya pihak penerima dara/perempuan mulai dari anak, suami, orang tua dari suami.
Ketiga, Hula-hula artinya pihak berdasarkan para turunan pemberi dara atau istri.
Penentuan dari sistem kemasyarakatan Batak Toba ditarik berdasarkan garis patrilineal atau garis Ayah yang setiap orang atau individu diwariskan marga. Marga adalah identitas klan atau keturunan yang diteruskan oleh laki-laki,sedangkan perempuan hanya terbatas pada individunya saja tidak sampai kepada anak-anaknya karena anak-anaknya akan mengikuti garis keturunan ayahnya (patrilineal). Patrilinial dijadikan acuan untuk menentukan posisi dalam sistem kemasyarakatan. Pergaulan dalam system kemasyarakatan Batak Toba dikatakan demokrasi, artinya setiap individu diberikan kebebasan untuk menentukan posisi kedudukannya terhadap orang lain sesuai dengan identitas marga. Apakah sebagai Dongan Sabutuha, Boru, dan Hula-hula.
Apabila seseorang telah menentukan atau mengetahui posisinya, maka dia akan menentukan sikapnya. Apabila sebagai Dongan Sabutuha hendaklah selalu seia-sekata, seperasaan,sepenanggungan, bagaikan saudara kandung dan selalu bekerja sama dalam upacara adat, maupun dalam kehidupan sehari-hari. Apabila sebagai Boru wajib menghormati Hula-hula karena Hula-hula dianggap mempunyai sahala”wibawa Roh” untuk memberikan berkat kepada pihak Boru. Demikian juga jika sebagai Hula-hula harus elek ”sayang” kepada Boru agar wibawanya bertambah kualitasnya.
Pada setiap upacara perkawinan ketiga unsur Dalihan na Tolu harus hadir dan berembuk untuk melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai adat yang berlaku dan ada beberapa proses yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Hak dan kewajiban dirangkum ke dalam beberapa kegiatan yang mempunyai simbol, tetapi pada kesempatan ini hanya tiga simbol besar secara umum yang dibicarakan yaitu penggunaan umpasa, pemberian mahar, dan pemberian ulos.
Penggunaan Umpasa pada Upacara Adat Perkawinan Batak Toba
Masyarakat Batak Toba Tradisional adalah masyarakat tertutup yang tidak dapat mengatakan sesuatu dengan langsung. Ada suatu “nilai” yang sangat dipegang teguh oleh masyarakatnya sehingga untuk mengatakan sesuatu harus dilapisi dengan kata-kata yang membuat maknanya tersamar tetapi cukup dimengerti. Biasanya mereka menggunakan umpama (perumpamaan) dan umpasa (pantun) untuk mengatakan sesuatu kepada seseorang atau kelompok ketika melakukan
komunikasi. Pengertian umpama dan umpasa tidaklah dapat disamakan seutuhnya dengan perumpamaan dan pantun di dalam kesusastraan Indonesia. Apabila ditinjau dari segi bentuk dapat dikatakan sama, tetapi apabila ditinjau dari segi makna atau gagasan yang ingin dikemukakan maka akan terjadi perbedaan karena umpama dan umpasa menekankan makna bernilai budaya dengan membandingkan sifat-sifat, kebiasaan,karakteristik, perilaku suatu binatang, tumbuhtumbuhan,dan benda-benda yang terdapat di sekililing masyarakat Batak Toba, Misalnya:
- Napuran tano-tano
- Rangging masi ranggongan
- Badanta padao-dao
- Tondintai masigonggoman
Arti Harfiah:
v Sirih yang masih menjalar di tanah
v Menjalar saling tindih-menindih
v Tubuh kita saling berjauhan
v Tubuh kita saling berjauhan
Umpasa di atas merupakan perbandingan kebiasaan tumbuh-tumbuhan dengan kepercayaan terhadap manusia yang memiliki roh. Umpasa terdiri dari empat baris, bersajak aa/aa atau ab/ab.
Dua baris pertama merupakan sampiran dan dua baris terakhir berisi isi. Antara sampiran dan isi terdapat hubungan yang sangat halus dan harus dimaknai dalam konsep budaya.
Umpasa ini mempunyai nilai religi tradisional yang membandingkan sifat daunan sirih dengan pemahaman religi terhadap manusia yang terdiri dari dua unsur, yaitu tubuh dan roh.
Kebiasaan dari daunan sirih apabila masih menjalar di tanah (belum menjalar di pohon atau di tembok) akan saling tindih-menindih satu dengan lainnya. Demikian jugalah halnya kebiasaan daunan sirih itu dibandingkan dengan manusia, walaupun tubuhnya saling berjauhan tetapi rohnya akan saling tindih-menindih dan berdekapan satu dengan yang lain.
- Eme sitamba tua
- Parlinggoman ni si borok
- Tuhanta na martua
- Sudena hita diparorot
Arti Harfiah :
v Padi yang merunduk
v Tempat perlindungan berudu
v Tuhan kita yang Esa
v Semua kita dilindungi”
Umpasa di atas, membandingkan kebiasaan binatang dengan kepercayaan terhadap ke-Esaan Tuhan. Antara sampiran dan isi mempunyai hubungan yang sangat dekat sekali dengan “sifat memberikan perlindungan”. Pada sampiran, diuraikan sifat batang padi yang bernas akan selalu merunduk sehingga keadaan permukaan air di bawah pohon padi terlindung.
Keadaan tersebut dimanfaatkan berudu untuk berlindung dari panas matahari atau intaian dari semua pemangsa. Selanjutnya, pada isi dijelaskan ke-Esaan Tuhan pancipta langit dan bumi yang telah melindungi semua umat manusia. Oleh
karena itu, Tuhanlah tempat perlindungan manusia.
- Balintang ma pagabe
- Tumundalhon sitadoan
- Ari muna do gabe
- Molo masipaolo-oloan
Arti Harfiah:
v Balintang adalah pagabe
v Membelakangi sitadoan
v Kehidupan akan sejahtera
v Apabila seia-sekata
Umpasa di atas, membandingkan cara kerja sistem peralatan bertenun dengan kehidupan manusia yang saling tolong menolong. Pada sampiran dijelaskan sistem kerja alat bertenun saling membantu satu dengan yang lain, sehingga dapat menghasilkan ulos yang kaya akan “nilai” budaya. Pada isi, diharapkan kepada keluarga yang mempunyai hajatan agar selalu seia-sekata atau bermusyawarah/ mufakat dalam segala hal. Dengan demikian, kehidupan akan damai sejahtera karena saling tolong-menong atau salingtopangmenopang.
Perumpamaan “Sise mula hata, topot mula uhum” yang mempunyai arti sapa merupakan dari awal pembicaraan, mengunjungi awal dari suatu hukum. Perumpamaan ini, masih melekat pada masyarakat Batak Toba pada saat ini. Setiap pelaksanaan upacara adat akan mengaplikasikannya dalam bentuk pembicaraan,dimana akan terjadi sapaan dan jawaban yang berkenaan dengan konteks adat yang berlangsung.
Tentu saja pembicaraan yang digunakan bukanlah menggunakan bahasa sehari-hari tetapi menggunakan umpama/umpasa yang puitis dan tertutup dengan keterusterangan sehingga kesannya berbelit-belit apabila dipandang sebelah mata.
Penggunaan umpasa ketika upacara adat perkawinan Batak Toba mempunyai makna simbolik sebagai bahasa komunikasi diantara pihak-pihak yang berkompoten untuk membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan upacara. Setiap pembicara dari suatu utusan, pada awalnya selalu menutupi keinginannya bersembunyi dalam umpasa yang memiliki simbol. Keinginan-keinginan akhirnya, akan terjawab karena pembicara-pembicara dari utusan sudah dapat menangkap keinginankeinginan tersebut karena mereka sudah biasa melakukannya.
Selain sebagai bahasa komunikasi diantara pembicara dari setiap utusan, umpasa dapat juga berperan sebagai sarana bermohon kepada Tuhan Yang Mahaesa. Permohonanpermohonan tersebut selalu dikaitkan dengan keinginan dan kepentingan serta harapan-harapan yang diinginkan atau dicita-citakan oleh setiap orang/keluarga.
Secara umum penggunaan umpasa ketika upacara adat perkawinan, jumlahnya selalu ganjil dapat terdiri dari 3, 5, dan 7 untai umpasa,tergantung kepada orang yang menggunakannya karena angka-angka tersebut pada masyarakat Batak mempunyai pengertian yang baik, seperti yang terdapat di bawah ini:
- Andor halumpang ma,
- Bahen togu-togu ni lombu,
- Saur matua ma hamu,
- Ro dinapairing-iring pahompu.
Arti Harfiah:
v Tumbuhan merambat halumpang,
v Digunakan pengikat hidung lembu,
v Semoga panjang umur kalian
v Sampai membimbing cucu.
- Sai tubu ma tambisu,
- Di toru ni pinasa,
- Sai tubu ma dihamu anak na bisuk,
- Dohot boru na uli basa.
Arti Harfiah:
v Tumbuhlah pohon tembisu,
v Di bawah pohon nangka,
v Lahirlah putra yang bijaksana,
v Dan putri yang cantik dan baik budi.
- Tubu ma dingin- dingin,
- Di tonga-tonga ni huta,
- Saur ma hita madingin,
- Tumangkas hita mamora.
Arti Harfiah:
v Tumbuhlah pohon penyejuk,
v Di tengah-tengah perkampungan,
v Semogalah kita berbahagia,
v Serta memiliki harta kekayaan.
- Eme sitamba tua,
- Parlinggoman ni siborok,
- Luhut ma hita martua,
- Debata ma na marorot.
Arti Harfiah:
v Padi si tamba tua,
v Tempat perlindungan berudu,
v Semua kita panjang umur
v Dilindungi Tuhan Yang Mahaesa.
- Sahat-sahat ni solu,
- Sai sahat ma tu bontean,
- Leleng hita mangolu,
- Sai sahat ma tu panggabean.
Arti Harfiah:
v Sampailah biduk,
v Sampai ke tepian,
v Semoga panjang umur,
v Tercapailah cita-cita dan tujuan”.
Umpasa ini selalu digunakan oleh pihak hula-hula ketika melaksanakan upacara adat perkawinan pada masyarakat Batak Toba. Umpasa mempunyai makna simbolik agar keluarga yang dibentuk mendapat berkat berupa hagabeon (memiliki putra dan putri), hamoraon (memiliki kekayaan harta benda), hasangapon (memiliki Wibawa dan terpandang), dan saur matua (panjang umur dan dapat mencapai cita-cita). Apabila umpasa ini selesai dikatakan oleh seseorang maka seluruh hadirin menjawab dengan kata Ima tutu (demikianlah adanya).
Pada akhir acara adat perkawinan, setelah semua pihak Hula-hula selesai memberikan ulos,petuah, dan kata-kata berkat/harapan kepada pengantin dan kepada semua pihak paranak, maka pihak paranak akan menjawab segala kebaikan atau kemurahan hati Hula-hula yang telah memberikan berkat sebagai inti dan kata akhir dari upacara adat perkawinan. Salah seorang dari paranak menjawab diiringi dengan penggunaan umpasa, agar segala pemberian petuah, berkat, dan harapan untuk hidup sejahtera dapat terwujud,terutama kepada keluarga pengantin.
- Turtu ninna anduhur
- Tio ninna lote
- Sude hata nauli
- Sai unang muba, unang mose
Arti Harfiah:
- Turtu kicauan burung perkutut
- Indah kicauan burung puyuh
- Semua petuah/berkat
- Jangan berganti, jangan berubah”.
- Naung sampulu pitu
- Jumadi sampulu ualu
- Hata na uli dahot pasu-pasu
- Boanon nami mai tu tonga ni jabu
Arti Harfiah:
- Bilangan tujuh belas
- Selanjutnya delapan belas
- Semua kata petuah dan berkat
- Kami bawa ke dalam rumah.
- Andor has ma andor his
- Tu andor purba tua
- Sai horas hula-hula nami jala torkis
- Sai gabe jala saur matua
Arti Harfiah:
- Tumbuhan has adalah tumbuhan his
- Tumbuhan purba tua
- Sejahteralah hula-hula kami dan sehat
- berketurunan dan berbahagia.
by LOBE TINGGI PARDEDE
Ompu Si Toga Pardede (doli)..(2)
0 komentarSuka Duka br Saragih sebagai isteri Lobe tinggi dilaluinya dengan tabah meskipun beliau tidak/belum mendapatkan anak dari Lobe Tinggi Pardede alias Haji Abdul Halim Pardede. Plecehan sering diterimanya dari anak menantu Lobe tinggi bahkan pengusiran dari rumah suaminya Lobe tinggi oleh anak menantu tanpa sepengetahuan Lobe Tinggi. Dimana sebelumnya Br. Saragih diberi kesibukan dengan membuka restauran/Kedai Kopi, usahanya tersebut cukup lancar dan menjanjikan, hal ini berlangsung sampai anak menantunya datang dari perantauan yang gagal di P. Siantar. Lobe Tinggi sengaja mengundang anak menantunya pulang ke Prapat karena tidak tega melihat mencari penghidupan di perkebunan..
Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah:
Anak pertama Dari Haji abdul Halim Pardede adalah Ahmad Pardede, tetapi semasih belia meninggal di Prapat dan dimakamkan pemakaman keluarga Girsang Prapat, dinamakan Ahmad karena Lobe Tinggi Pardede selama pengajian di tapanuli selatan sangat berkesan akan sejarah Nabi Muhammad SAW yang dikatakn nama beliau ada juga di bibel dengan nama Ahmad. Lobe Tinggi pernah membaca dan mendapat penjelasan dari salah seorang pastor Katholik (sebelum Lobe tinggi menjadi Islam dia adalah penganut Katholik), selama dia menjadi penganut Katholik dia sangat tertarik dengan kisah-kisah yang ada dalam Bibel, bahkan beliau sering berkisah tentang Nabi Nuh as (Noak), Nabi Ibrahim as (Abraham), Nabi Musa as dll, dan yang paling sering dikisahkan pada anak cucunya adalah kisah Nabi Nuh (Noak) karena berkisah tentang keluarga besar Nabi Nuh dalam keimanan. Itulah menyebabkan kebanyakan anak-anaknya dinamai dengan nama yang berkaitan dengan sejarah (Islam). Lobe Tinggi Pardede kawin dengan siti Aminah Huta Gaol, setelah beliau pulang dari menuntut Ilmu Keislaman dan berkeyakinan Islam. Sepeninggal Ahmad membuat Lobe Tinggi dan Isterinya sangat sedih, namun kesedihannya terobati setelah anak keduanya lahir adalah seorang perempuan:
Zainab br Pardede;
Kelahiran anak keduanya seorang putri yang gempal dan lucu membuat Lobe tinggi dan isterinya lupa akan kesedihan sepeninggal putra sulungnya, putrinya dibesarkan dengan kasih sayang, terutama Lobe Tinggi sangat menyangi putrinya yang bernama Zainab hingga menjelang remaja, kecantikan putrinya sudah melai menggoda pemuda-pemuda di Prapat ketika itu, mereka setiap malam mencoba mengambil perhatian Zainab dengan nyanyian sambil bergitar dibarengi dengan gurauan-gurauan sambil ketawa cekikikan, semua tingkah laku anaknya yang di godaim pemuda-pemuda tersebut selalu diperhatikan Lobe tinggi. Ibu Zainab mengetahui bahwa anaknya tertarik pada salah seorang pemuda.
Suatu saat seorang tua (digelari Si olat Hoda) mendatangi Ibu dari Zainab br Pardede, konon katanya dia sengaja datang sendiri dengan mendayung sampan dari Kampungnya di Lotung Pulau Samosir, dengan penuh tata karama atau sopan santun sesuai dengan budaya Batak dia mengutarakan Hajatnya kepada orang tua Zainab terutama ibunya, untuk memionang putri mereka menjadi menantu marga situmorang (Lotung). Dia mengatakan anaknya adalah seorang mantar di tapanuli selatan (maksudnya seorang pns dan mempunyai kedudukan cukup lumayan ketika itu), Diakui kegigihansi Olat hoda untuk mendapatkan Zainab menjadi menantunya dan sangat bermminat berbesankan Lobe tinggi Pardede dan Aminah br Hutagaol yang terbilang terpandang di Prapat ketika iu berbuah hasil setelah melalui drama perpisahan dengan sang kekasih pemuda Prapat akhirnya Zainab kawin dengan seorang Pemuda yang cukup ganteng dan necis setelah melalui persyaratan yang diajukan oleh Orang tua Zainab, agar sipemuda mau masuk Islam, tawaran tersebut diterima si Pemuda anak dari Siolat hoda yang bernama Mulia Alam Situmorang demi kasih dan patuh kepada Bapaknya si Olat hoda(orang tua)
bersambung----
by LOBE TINGGI PARDEDE