PERTEMUAN TERAKHIR.
0 komentarSuatu hari saya sepulang saya dari Pakan baru (Riau), berniat ziarah ke Balige dan ke Parapat, terlebih dahulu saya singgah di Parapat untuk menziarahi makam Opung Haji didepan Mesjid Parapat, setelah itu saya menemui Uda adik Bapakku (H.Pardede), kebetulan didepan rumah saya ketemu dengan inang uda (boru silalahi), saya tanya dimana Bapak uda, Inang uda kaget melihat kedatanganku dan dan langsung membawaku kebelakang menemui Bapak uda, "Kau Toga, tegor uda yang sedang asik bertukang membuat lemari kecil. "Sedang buat apa Uda" Tanyaku,
"Ini buat lemari ito-itomu ini", jawab sembari menyelesaikan pekerjaannya. Kemudian saya mendengar ceritanya tentang adik dan ito saya (anak-anaknya) , setelah panjang lebar bercerita tentang keadaannya sayapun diajaknya kedepan dan duduk dimeja dekat pintu kedapur, kemudian Bapak uda mengajakku makan bersama kebetulan sudah waktunya makan siang. Kami bertigapun makan kebetulan Inang uda boru lahi memasak Jahir naniarsik. Setelah selesai kami bertiga makan, kamipun lanjutkan berbicara tentang diri kami masing-masing, Sewaktu Uda ngomong saya terus memperhatikan pisiknya, saya lihat tangannya Luka (koreng), kemudian saya tanya mengapa sampai begitu keadaan uda karena sepengetahuan saya uda adalah yang selalu memeperhatikan dirinya penampilan (bersih), karena uda berkulit putih maka luka-luka ditangannya sangat menyolok.
Kemudian saya pun berpamit untuk berangkat ke Balige. "Mungkin si Sally dengan suaminya mau datang" seru uda memberi tahu saya akan kedatangan borunya yang sangat dibanggakannya, "bagai mana kabar boru sinaga?", tanyanya (mamanya si Duma), " baik'' jawabku singkat, kalau pulang kau dari Balige usahakan kau singgah ya, sambung uda lagi, "Ya", jawabku singkat.
Tetapi karena aku pulang malam dari Balige maka aku tidak jadi singgah kerumah uda. dan inilah pertemuan saya terakhir dengan Bapak Uda Harun Pardede alias amani Hottor Pardede, alias am Tupak Pardede alias ompu si Tarida Pardede.(pada awal tahu 1986).
Meninggalnya Uda saya berada di Jakarta, kabar tersebut saya terima dari Namboru Serepiah, sepulang dari Banten, sambil meraung (mangandungi) dia melampiaskan kenangan suka dukanya dengan uda sejak muda mereka. saya berusaha meredakan tangisannya karena malu akan tetangganya. Saya rasa saya sudahi dahulu kisah pertemuan teakhirku dengan Bapa uda H.Pardede.